Kisah Seorang Anak 16 Tahun Harus Berjuang Seorang Diri Membiayai Hidup Dirinya Dan Adiknya

Soni (kiri) dan Marcel Adiknya. Sumber : Kompas.com

Kisah ini membuat hati terenyuh, dua orang anak harus berjuang menyambung hidup. Hal ini terjadi di kota Tangerang, Provinsi Banten.

Marcel (3) nampak  duduk terdiam di ruang tamu rumahnya. Tangan kanannya memegang sepotong roti isi coklat yang mengering. Kepalanya sedikit menengadah. Dia tidak dapat berbicara dan berjalan dengan normal. 

Di sampingnya, ada Soni (16), kakak dari Marcel. Mata Soni kelihatan sayu. Badannya lesuh karena sedang mengalami demam.

Kedua anak itu tinggal dalam rumah bersama Desi, saudara kandung dari orang tua Soni dan Marcel.

Tapi menurut puskesmas setempat, Desi menderita gangguan jiwa sehingga tidak dapat melakukan aktifitas seperti manusia biasa.

Rumah yang ditempati tergolong tidak layak. Listrik di rumah mati, sementara air tergolong tidak layak.

Barang-barang di rumah terlihat acak-acakan. Dalam rumah itu hanya satu kamar yang ditempati. Kamar  itu ditempati oleh Desi.

Sementara itu, Soni dan Marcel tidur di ruang tamu dengan kasur yang telah usang.

"Ibu sudah lama pergi, kalau bapak meninggal," kata Soni bercerita kepada Kompas.com di rumahnya, Perumahan Bugel Mas Indah Blok D2 Nomor 15, Tangerang, Rabu (4/1/2017).

Dari cerita Soni, ayahnya meninggal dua tahun lalu karena komplikasi penyakit. Sementara itu, sang ibu memilih untuk pergi meninggalkannya dan Marcel karena menikah dengan pria lain.

Soni adalah anak pertama, sedangkan Marcel anak keempat. Sang ibu memilih untuk membawa anak kedua dan ketiga bersamanya.

Soni tidak mengerti dan mengetahui alasan sang ibu meninggalkan dia dan si bungsu. Sang ibu menemui Soni sekali seminggu dan memberikan uang hanya Rp 30.000.

"Tiba-tiba Ibu pergi dan saya enggak tahu kalau ibu sudah menikah," ujar Soni. Akhirnya, Soni yang putus sekolah sejak kelas satu SMP itu terpaksa bersusah payah menghidupi dia dan sang adik.

Soni bekerja mulai dari membantu pedagang nasi goreng samapi pedagang kopi. Saat membantu pedagang nasi goreng, ia harus bekerja dari sore hingga tempat dagang nasi goreng itu tutup.

Sebagai imbalan, Soni dibayar Rp 10.000 dan satu porsi nasi goreng.

"Nasi goreng itu buat saya dan Marcel makan malam. Saya bangunin dia saat malam untuk (sekadar) makan," kata Soni.

Namun, Soni berhenti dan berpindah kerja membantu warung kopi. Dia bekerja dari pagi hingga larut malam. Soni diberi upah Rp 10.000 dan dua potong roti untuk makan pagi.

Soni bercerita, sehari-hari dirinya dan si bungsu hanya makan dengan lauk tahu dan tempe.

Mereka makan setelah Soni pulang kerja, sementara Desi makan dengan uang sendiri. Soni juga sering dibantu diberikan makan oleh tetangga dan pemerintah.

Tapi keadaan tidak kunjung membaik.  Soni tidak punya tujuan  lain selain menghidupi sang adik.

Rasa sayangnya dengan sang adik membuat dia rela banting tulang untuk memberikan sesuap nasi untuk adiknya, Marcel.

Kisah hidup kedua kaka beradik ini sangat menyentuh banyak pihak dan donatur. Melalui website penggalangan dana kitabisa.com, sumbangan untuk Sobni dan adiknya Marcel mengalir deras. 

Dalam waktu satu hari, hingga Kamis (5/1/2017) pukul pukul 09.02 WIB, dana terhimpun mencapai Rp 83.391.164. Program ini semula menargetkan dana Rp 25 juta dalam waktu 16 hari. Tapi masih ada 15 hari lagi, pencapaian sudah 334 persen, lebih tiga kali lipat daripada rencana semula.

Empati masyrakat pada kedua anak malang ini cukup tinggi, sehingga donasi untuk kedua anak tersebut cepat tercapai bahkan melebihi perkiraan. Sekarang beban hidup Soni dan adiknya bisa sedikit berkurang dengan bantuan dana tersebut. Semoga mereka juga mendapat pendampingan untuk menjalani hidupnya kemudian hari. Silahkan share kisah nyata ini jika anda bersimpati dengan kisah kedua anak ini. Terima kasih

Load disqus comments

0 comments